Wednesday 23 April 2008

Piano Klasik: Steinway Bertahan dalam Mahakarya

Piano Klasik
Steinway Bertahan dalam Mahakarya


Piana Steinway & Sons (�2003 Steinway & Sons) KALAU saja Henry Engelhard Steinway tak jeli melihat peluang, barangkali dunia tak memiliki sebuah karya seni kelas satu. Ini bukan kalimat yang berlebihan. Karya Steinway barangkali bisa disejajarkan dengan mobil keluaran Rolls Royce, jam tangan Piaget, atau gitar buatan Gibson, untuk menyebut beberapa. Walau beda produk, ada sebuah benang merah yang menyamakan mereka, yaitu produk yang dibuat khusus dan bisa tahan lama.

Buah karya Steinway ialah piano. Bukan alat musik biasa, karena piano Steinway adalah mahakarya yang menjadi acuan bagi semua pembuat piano dunia. Ia juga menjadi standar piano bagi lebih dari 90% rumah konser yang ada di dunia. Di banyak konservatorium di seluruh dunia, piano Steinway juga menjadi alat musik standar. Sekolah musik ternama dunia, seperti The Curtis Institute of Music dan The Julliard School, hanya menggunakan piano Steinway.

Sejumlah pianis top dunia, seperti Sergei Rachmaninoff, Arthur Rubinstein, Vladimir Horowitz, untuk menyebut beberapa, menggunakan piano Steinway dalam konser-konser mereka. Memasuki era musik modern, sejumlah komposer ternama juga menggunakan piano Steinway, mulai John Lennon, Billy Joel, sampai Diana Krall. Rubinstein malah pernah berucap, ''Sebuah Steinway adalah Steinway, tak ada yang menyamainya di kolong langit ini.''

Dengan pamor seperti itu, status Steinway bukan lagi sekadar alat musik. Ia juga menjadi simbol prestise sekaligus investasi. Majalah Forbes pernah membandingkan piano Steinway dengan barang-barang investasi lainnya, seperti mobil, perhiasan, dan bahkan anggur. Menurut Forbes, piano Steinway buatan tahun 1929 hingga 1958 saat ini berharga enam kali lipat dari harga aslinya. Sedangkan buatan tahun sesudah itu sampai 1978 berharga tiga kali lipat.

Majalah Fortune lebih gamblang menyebut angkanya. Sebuah Steinway baru yang dibeli 20 tahun lalu, seharga US$ 9.000, sekarang bernilai US$ 500.000. Dalam edisi pertengahan Maretnya, Fortune menyebut ada seorang kolektor Steinway, bernama DeVoe Moore, yang menebus sebuah model Alma-Tadema dengan harga US$ 675.000. Itu pun bukan piano asli, melainkan hasil renovasi.

Semua ini dicapai Steinway dalam tempo sangat panjang. Maret ini, Steinway & Sons memasuki periode ke-150 tahun.

Buatan Tukang Lemari
Henry Engelhard Steinway (�2003 Steinway & Sons) PIANO pertama yang dibuat Steinway dihasilkan pada 1836. Adalah Heinrich Steinweg yang membuatnya. Ia seorang tukang lemari yang cukup terkenal di Seesen, Jerman Barat. Ketika masyarakat Jerman mulai dilanda demam piano, Steinweg mencoba menangkap peluang itu. Dengan talenta yang dimilikinya, ia membuat sebuah piano tegak ( upright piano) di dapur rumahnya.

Eh, rupanya karya Steinweg itu mendapat sambutan bagus dari pembelinya. Maka, dibantu anak-anaknya, Heinrich meneruskan usahanya itu sampai 1849. Setahun kemudian, keluarga Steinweg berimigrasi ke Amerika Serikat. Di negara ini, mereka memulai usahanya dengan nama baru, yang lebih gampang dieja: Steinway. Heinrich berubah menjadi Henry Engelhard Steinway.

Tiga tahun sesudah menjejakkan kakinya di Amerika, Henry memutuskan untuk mendirikan sebuah badan usaha. Perusahaan yang didirikan pada Maret 1853 itu diberi nama Steinway & Sons. Di akta pendirian perusahaan itu tercantum pula nama anak-anaknya: Henry Jr., Charles, dan William.

Tiap orang memiliki tugas berbeda. William bertugas menyatukan badan piano, Henry berkonsentrasi pada finishing, sedangkan Charles kebagian menyetem suara piano itu. Belakangan, ketika perusahaan makin besar, William menangani pemasaran, Henry bertugas di bidang riset dan pengembangan, dan Charles menjadi manajer pabrik.

William Steinway (�2003 Steinway & Sons) Ketika perusahaan itu resmi berdiri, Henry sebenarnya sudah membuat 482 piano. Piano perdana yang dibuat perusahaan itu dijual dengan harga US$ 500, dan sekarang menjadi bagian koleksi Metropolitan Museum of Art, New York. Dua belas tahun setelah mendirikan perusahaan itu, Steinway menembus angka penjualan US$ 1 juta (tahun lalu, Steinway membukukan penjualan sebanyak US$ 165 juta).

Piano buatan Steinway makin terkenal terutama setelah mendapatkan sejumlah penghargaan. Pada 1855, misalnya, Steinway mendapat medali emas dalam beberapa pameran alat musik di Amerika Serikat dan Eropa. Reputasi internasional diperoleh Steinway pada 1867, ketika ia memenangkan ''Grand Gold Medal of Honor'' pada Paris Exhibition. Inilah pertama kalinya sebuah perusahaan Amerika mendapat penghargaan itu. Sejalan dengan reputasi itu, sejumlah anggota kerajaan di Eropa berlomba-lomba membeli produk Steinway. Pianis terkenal dunia juga ikut-ikutan membeli.

Sepuluh tahun sesudah tiba di New York, Henry mendirikan pabrik pertamanya di kawasan Park Avenue and 52nd Street. Untuk memberi kesempatan khalayak mendengar merdunya suara piano Steinway, perusahaan itu membuka Steinway Hall, sebuah auditorium dengan kapasitas 2.000 tempat duduk, pada 1866. Gedung ini kemudian menjadi pusat kesenian kota New York. Tak kurang dari New York Philharmonic Orchestra menjadikan Steinway Hall sebagai tempat pertunjukannya, sampai Carnegie Hall dibuka pada 1891.

Arthur Rubinstein (�2003 Steinway & Sons) Tahun 1870, perusahaan itu memindahkan operasinya ke Astoria, di kawasan Queens, New York. Karena masih banyak pegawainya yang tinggal di dekat lokasi pabrik lama, manajemen Steinway kemudian mendirikan Steinway Village. Di permukiman baru inilah Steinway menampung seluruh pegawainya sampai sekarang. Di ''kampung'' ini bisa ditemukan pegawai Steinway generasi ketiga. Kampung ini juga menjadi melting pot bagi 17 budaya dan bahasa yang berbeda-beda.

Sepuluh tahun setelah pabrik Astoria berdiri, manajemen Steinway mulai memikirkan cara paling efisien untuk melayani konsumen mereka di Benua Eropa. Untuk kebutuhan itu, pada 1880, Steinway membuka pabrik di Hamburg, Jerman Barat. Dari Hamburg ini, Steinway juga melayani pasar di benua lain di seluruh dunia. Ada perbedaan khusus antara piano keluaran pabrik Astoria dan Hamburg. Yaitu karakter warna. Piano dari pabrik pertama biasanya berwarna pekat, sementara piano Hamburg terlihat lebih mengilat. Itu saja, karena jeroan piano itu sama dan sebangun.

Selama 40 tahun pertama, keluarga Steinway itu mengembangkan piano-piano modern, baik yang jenis piano tegak maupun piano tidur. Sepanjang periode itu juga, setengah dari 120 paten yang didaftarkan perusahaan itu dikembangkan. Kebanyakan dari paten ini didasarkan pada penelitian ilmiah. Salah satunya ialah memanfaatkan teori akustik, yang dikembangkan Hermann von Helmholtz, fisikawan ternama abad ke-19.


Pembuatan Piano
Proses Pembuatan Piano Steinway (�2003 Steinway & Sons) PIANO buatan Steinway & Sons adalah produk padat karya dan menghabiskan banyak waktu. Untuk membuat sebuah piano tidur, yang akan digunakan pada sebuah rumah konser, misalnya, perlu waktu antara sembilan bulan dan satu tahun. Sementara jika dibuat dengan mesin, cuma butuh 20 hari.

Piano tidur seperti itu juga adalah kumpulan dari sekitar 12.000 komponen, yang membutuhkan 300 pekerja --di pabrik Astoria ada sekitar 500 pekerja-- untuk merakitnya. Sebuah piano tidur harus melalui 30 meja kerja berbeda dalam pembuatannya. Keseluruhan kegiatan tersebut dikelompokkan dalam urutan kerja berbeda.

Dimulai dengan pemilihan bahan baku. Sejak awal berdirinya, Steinway menggunakan sitka spruce sebagai bahan dasarnya. Kayu ini dipercaya mampu menghasilkan akustik yang sesuai dengan karakter piano Steinway. Dua kali setahun, seorang ahli kayu Steinway mengunjungi Kanada dan Amerika Utara untuk memilih kayu-kayu terbaik. Dalam tiap transaksinya, Steinway menghabiskan US$ 2 juta untuk kayu-kayu itu.

Proses Pembuatan Piano Steinway (�2003 Steinway & Sons) Kayu-kayu ini kemudian diangin-anginkan selama 18 bulan. Lalu, dengan bantuan komputer, pengeringan terakhir dilakukan. Berkat pengalaman bertahun-tahun, Steinway bisa menemukan kekeringan yang tepat sehingga akustik yang dihasilkan kayu itu nantinya sesuai dengan keinginan. Kayu ini kemudian disimpan di tempat khusus di pabrik Steinway di Astoria dan Hamburg.

Setelah melewati proses tadi, proses selanjutnya adalah membentuknya sesuai dengan cetakan yang ada. Kayu sitka spruce itu adalah bahan utama untuk menghasilkan badan piano (tak ada sambungan di badan piano tersebut, dan ini merupakan paten yang dimiliki Steinway). Sebuah piano tidur tipe grand membutuhkan kayu sepanjang 22 kaki, dengan lebar 3 inci. Karena kayu dengan ukuran seperti itu tak ada, maka dibuatlah tambahannya, berupa 18 lapis kayu maple, yang disatukan dengan lem khusus.

Ketika lapisan itu masih basah, pekerja Steinway melekukkan kayu dengan tangan, sesuai dengan cetakan yang tersedia. Untuk menghindari lepasnya lekukan tadi, kayu tadi ditahan dengan menggunakan klem besi. Kondisi seperti ini dipertahankan selama 24 jam. Lem yang tadi masih basah dipanaskan menggunakan gelombang radio berfrekuensi tinggi. Setelah klem besi itu dilepas, hasil lekukan tadi disimpan di ruang khusus selama 10 minggu.

Proses Pembuatan Piano Steinway (�2003 Steinway & Sons) Pada saat yang sama, pekerja pada bagian lain menyiapkan soundboard. Komponen ini terdiri dari 20 papan spruce. Kayu spruce yang digunakan tidak seutuhnya dipakai. Ada bagian yang diserut, sehingga lebih tipis. Penyatuan kedua komponen ini juga membutuhkan presisi tinggi. Kedua bagian ini lagi-lagi disatukan dengan perekat khusus.

Berikutnya ialah memasukkan pelat besi seberat 170 kilogram ke dalamnya. Pelat besi ini adalah satu-satunya onderdil yang dibuat di Springfield, Ohio. Aturan lingkungan hidup di New York yang ketat membuat Steinway tak bisa memproduksinya di Astoria.

Di pelat besi itulah nantinya dawai-dawai senar piano diletakkan. Pelat besi ini memiliki kemampuan menahan tegangan senar nada, yang mencapai 20 ton. Tegangan seperti itu dihasilkan oleh 243 senar nada. Setelah terpasang, pekerjaan berikutnya adalah memastikan bahwa nada yang dihasilkan stabil dan sesuai dengan tangga nada standar. Untuk itu, tiap tuts di piano diketukkan sebanyak 8.000 kali selama 45 menit.

Setelah jeroan piano tersebut ''terkumpul'', sekitar 200 pekerja Steinway mendapat giliran kerja berikutnya, yang sifatnya finishing. Seluruh proses tadi dilakukan secara manual, dengan tangan. Tak ada bantuan mesin. Hebatnya, apa yang dilakukan pekerja Steinway saat ini sama dengan yang dilakukan pada 100 tahun silam. Saking sakleknya, sebuah joke pun muncul: bila pegawai Steinway yang sudah meninggal bisa kembali ke masa sekarang, ia pasti bisa langsung bekerja!

Proses Pembuatan Piano Steinway (�2003 Steinway & Sons) Semua fase itu dilalui dengan satu pemikiran: menghasilkan piano terbaik di dunia. Ini adalah aturan baku yang sudah diterapkan para pendiri Steinway. Inilah yang menyebabkan para pekerja tak tahu untuk apa dan siapa piano yang mereka buat itu. Mereka tak peduli apakah piano itu nantinya berakhir di sebuah rumah konser ternama di kolong langit ini, atau berakhir di ruang tamu sebuah keluarga kaya.

Apa yang dihasilkan para pekerja itu memiliki harga yang beragam. Mulai US$ 17.000 untuk model No. 1098 Profesional Ebony sampai US$ 128.000 untuk model East Indian Rosewood Model D Concert berukuran 8 kaki lebih. Di antara kedua model itu, ada yang harganya US$ 50.000-US$ 60.000, yang berukuran medium grand atau living room grand. Inilah model yang paling banyak dibeli orang.


Bank Piano
KARENA lamanya pembuatan satu unit piano, pabrik Astoria, tahun lalu, misalnya, hanya menghasilkan 2.465 piano Steinway. Sementara dari Hamburg hanya dihasilkan 1.156 piano. Seluruh piano itu disebarkan ke seluruh rumah pamer resmi Steinway, yang jumlahnya juga sedikit. Di luar New York dan Hamburg, rumah pamer Steinway ada di New Jersey, London, dan Berlin.

Piano Steinway Milik John Lennon (BBC Online) Tiap rumah pamer Steinway memiliki kekhasan. Suhu udara di sana dibuat sedemikian rupa untuk menjaga kualitas piano mereka. Ini penting, mengingat sebuah rumah pamer resmi Steinway memuat puluhan sampai ratusan piano. Misalnya rumah pamer di 109 West 57th Street di kawasan Manhattan. Ada sekitar 300 piano, dengan total harga US$ 15 juta, di rumah pamer ini. Karena banyaknya pilihan, rumah pamer tersebut sering dijuluki ''bank piano''.

Pianis terkenal dunia sering diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mencoba piano Steinway di rumah pamer itu. Anehnya, tak ada satu pun pianis dunia yang langsung disponsori Steinway. Kalaupun akhirnya mereka memilih Steinway, tak lain karena kualitas belaka. Pihak Steinway hanya memberi label ''Steinway Artists'' buat mereka. Total jenderal, ada 1.200 artis yang masuk ke dalam daftar itu.

Namun, perusahaan ini memberi jaminan bahwa musisi yang masuk dalam daftar Steinway Artists pasti mendapatkan piano itu di mana saja mereka mengadakan pertunjukan. Mereka yang masuk ke dalam daftar Steinway Artists ini terentang mulai Franz Liszt, Irving Berlin, Duke Ellington, Van Cliburn, Arthuro Constanisi, sampai Robert Wagner.

Billy Joel, komposer sekaligus penyanyi pop-balada terkenal, mengemukakan kehebatan piano itu. ''Steinway memberikan kejelasan nada, pitch yang konsisten, respons sentuhan yang luar biasa, dan karya tangan yang superior,'' kata pelantun The Way You Are itu. Di luar daftar itu, ada musisi yang sukarela menggunakan Steinway. Misalnya John Lennon, yang menciptakan tembang Imagine di atas sebuah piano tegak Steinway (piano ini September 2000 lalu dilelang).

Walau banyak pianis yang akhirnya menjatuhkan pilihan pada Steinway, perjalanan perusahaan ini tak semulus permukaan pianonya.

Kompetisi yang Ketat
Piano Buatan Kawai, Jepang (Dickson Piano Studio) PADA 1960-an, piano-piano buatan Jepang masuk ke kawasan Amerika Serikat. Ini menimbulkan kompetisi yang serius dan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh manajemen Steinway. Tak lain karena piano Jepang itu dijual dengan harga relatif lebih murah. Sebuah piano tidur Yamaha, misalnya, dijual dengan harga satu setengah kali lebih murah dari piano Steinway untuk jenis sama.

Harga murah inilah yang membuat Yamaha dan Kawai, pada 1968, mencatat penjualan 10.000 unit. Dua jenis piano yang mereka jual, piano tegak dan piano grand, masing-masing menguasai 5% dan 28% pasar jenis itu. Ancaman pabrik Jepang itu tak hanya karena produk mereka yang murah.

Ketika Yamaha memperkenalkan synthesizer pada 1980-an, penjualan piano akustik mengalami penurunan signifikan. Ini tak lain karena synthesizer buatan Yamaha itu juga bisa menghasilkan suara piano. Penjualan piano turun dari 230.000 unit per tahun pada 1980, menjadi hanya 50.000 pada 1994. Selama periode itu, Steinway harus menerima kenyataan produknya berkurang, dari 3.246 unit pada 1980 menjadi 2,698 pada 1994.

Steinway tak hanya berhadapan dengan produsen piano asal Jepang. Dari ''negeri ginseng'' hadir Samick dan Young Chan. Dari Benua Eropa, Bechstein Gruppe, penghasil piano Bechstein dan Zimmerman, juga menjadi ancaman. Lalu, ada Bluthner dan Schimmel. Dari dalam negeri ada Baldwin. Namun, filosofi lain keluarga Steinway mampu mengatasi masalah ini. '' Winning not competing,'' begitu filosofi itu dibangun.

Begitupun, manajemen Steinway sempat dilanda dilema: terus menghasilkan piano mahal, atau melayani pesaing mereka di level harga yang lebih rendah. Walau melewati perdebatan sangat intens dan serius, manajemen Steinway akhirnya sepakat untuk terus berkiprah di jalur yang sama dengan pendirinya dulu.

Pemilik Berubah-ubah

SEJAK berdiri, kepemilikan Steinway & Sons memang berada di tangan keluarga Steinway. Namun, dalam perjalanannya, perusahaan itu mengalami perubahan kepemilikan beberapa kali. Pertama, Steinway dibeli CBS Musical Instrument. CBS mengendalikan Steinway sejak 1972 sampai 1985.

Salah satu alasan penjualan ini ialah untuk menghadapi kompetisi yang ditiupkan produsen piano Jepang tadi. ''Untuk menghadapi mereka, Steinway butuh banyak dana,'' kata Henry Z. Steinway, generasi keempat keluarga Steinway yang memimpin perusahaan itu. Ucapan Henry tadi dibuktikan CBS. Bila sebelumnya perusahaan itu hanya berani menghabiskan US$ 100.000 per tahun untuk membiayai kegiatannya, CBS berani meningkatkanya sampai US$ 1 juta-US$ 2 juta.

Steinway di New York Stock Exchange (�2003 Steinway & Sons) Sayangnya, CBS sepertinya sedikit menyimpang dari tradisi yang dibangun pendiri Steinway. Selama CBS mengendalikan perusahaan itu, nepotisme dan birokrasi meningkat. Dalam 16 tahun itu, misalnya, ada empat direktur yang mengendalikan perusahaan tersebut. Etos kerja pegawai Steinway juga mengalami penurunan.

Pada 1985, akhirnya CBS melepas semua sahamnya di Steinway & Sons. Pada saat yang sama, CBS juga melakukan divestasi atas sahamnya di divisi alat musiknya. CBS menjual sahamnya kepada John dan Robert Birmingham. Keluarga kaya raya asal Boston ini adalah pengusaha minyak. Saat keluarga Birmingham mengendalikan Steinway inilah, mereka memperkenalkan merek Boston.

Merek ini dibuat untuk membidik pembeli di pasar kelas menengah. Tujuannya tak lain, memberi kesempatan masyarakat merasakan teknologi Steinway, namun dengan harga terjangkau. Cara ini juga dilakukan Fender dan Gibson, misalnya. Kedua perusahaan pembuat gitar listrik ini melepas merek Squier dan Ephipone sebagai produk lapis keduanya.

Keluarga Birmingham mengelola Steinway selama satu dekade, sebelum akhirnya menjual seluruh kepemilikannya ke Kyle Kirkland dan Dana Messina. Keduanya kemudian menggabungkan Steinway dengan Selmer, juga produsen alat musik. Transaksi ini melibatkan dana US$ 100 juta. Setahun setelah akuisisi itu, Steinway menjadi perusahaan publik, dan berhasil meraup dana segar masyarakat US$ 60 juta. Lucunya, inisial Steinway di New York Stock Exchange itu adalah LVB, kependekan dari Ludwig van Beethoven.

Carry Nadeak
[Ragam, GATRA, Nomor 22 Beredar Senin 14 April 2003]

1 comment:

Anonymous said...

Hello.

Penggemar piano Steinway juga yah?
Silahkan cek blog ku mengenai piano Steinway. http://orinocohafen.wordpress.com/

Thank you. :)